Wednesday, July 29, 2009

BURUNG BANGAU

Jiwa pelayan. Ia bilang aku berjiwa pelayan
dan ia meludah dalam jeruji besi
dan tinggalkan aku menangis di sini seperti orang yang sangat malang.
Jadi kupikir seharusnya aku tak pernah menyentuhnya lagi
dan kubenci diriku sendiri di ruangan dingin
dan aku tersedu-sedu sendiri
Aku sudah cukup. Aku pergi
Meski jalanan lebih kejam darinya, lebih baik aku pergi pulang.
Lalu ia mengetuk dan datang dengan burung di tangannya.

Ia merah – dengan tumpukan jerami memanas dan kuda-kuda padanya
Tetapi amarah hilang, pada wajah ganjilnya yang dingin
Aku yakin pada akhirnya
Seharusnya aku tak pernah benar-benar sendiri; sesuatu darinya
menancap padaku, kepingan tajam;
Ia tidak ingin memberi sesuatu yang belum pasti.
Aku bilang, itu burung bangau.
Dan ia bilang, ya, burung bangau itu mati terjepit pintu kandang
pada kaki dinding, di salju, di parit.

Mata burung bangau itu, ia bilang, layaknya mata ikan,
Sayapnya sekelabu kain bajuku
Dan pertolongan macam apapun terlambat bagi kami, tatkala burung
ia pantau selama seminggu mengintai di sepanjang sungai
dapat mengendalikannya,
saat limpahan butir-butir beku terhempas dari atap.
bertongkatkan kakinya yang berbulu putih di es, di mana
kuda-kuda bernapas, kolam di mana
ia tenggelam oleh tembakan perangkap
kencang mematahkan?


puisi kiriman (Stuart Henson)

No comments:

Post a Comment